Pelaksanaan Pancasila Pada Masa Orde
Baru
Pancasila Pada Masa Orde Baru (1965-1998)
·
Terlaksananya dengan dasar “supersemar” dan TAP MPRS
no. XXXVII/MPRS/1968 periode ini disebut juga demokrasi pancasila, karena
segala bentuk penyelanggaraan negara berlangsung berdasarkan nilai-nilai
pancasila
Ciri-ciri
umum :
1.
Mengutamakan musyawarah mufakat
2.
Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat
3.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
4.
Selalu diliputi oleh semangat kekeluargaan
5.
Adanya rasa tanggung jawab dalam melaksankan hasil
keputusan musyawarah
6.
Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati
nurani yang luhur
7.
Keputusan dapat dipertanggungjawabkan kepada tuhan
Yang Maha Esa berdasarkan nilai kebenaran dan keadilan
Orde baru
muncul dengan tekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Semangat tersebut muncul berdasarkan pengalaman sejarah dari
pemerintahan sebelumnya yang telah menyimpang dari Pancasila serta UUD 1945
demi kepentingan kekuasaan. Akan tetapi, yang terjadi sebenarnya adalah tidak
jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada masa orde lama, yaitu Pancasila tetap
pada posisinya sebagai alat pembenar rezim otoritarian baru di bawah Soeharto.
Seperti rezim otoriter pada umumnya lainnya, ideologi sangat diperlukan
orde baru sebagai alat untuk membenarkan dan memperkuat otoritarianisme negara.
Sehingga Pancasila oleh rezim orde baru kemudian ditafsirkan sedemikian rupa
sehingga membenarkan dan memperkuat otoritarianisme negara. Maka dari itu
Pancasila perlu disosialisasikan sebagai doktrin komprehensif dalam diri
masyarakat Indonesia guna memberikan legitimasi atas segala tindakan pemerintah
yang berkuasa. dalam diri masyarakat Indonesia. Adapun
dalam pelaksanaannya upaya indroktinisasi tersebut dilakukan melalui berbagai
cara, mulai dari pengkultusan Pancasila sampai dengan Penataran P4.
Upaya pengkultusan terhadap pancasila dilakukan pemerintah orde baru guna
memperoleh kontrol sepenuhnya atas Pancasila dan UUD 1945. Pemerintah orde baru
menempatkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai sesuatu yang keramat sehingga tidak
boleh diganggu gugat. Penafsiran dan implementasi Pancasila sebagai
ideologi terbuka, serta UUD 1945 sebagai landasan konstitusi berada di tangan
negara. Pengkultusan Pancasila juga tercermin dari
penetapan Hari Kesaktian Pancasila setiap tanggal 1 Oktober sebagai peringatan
atas kegagalan G 30 S/PKI dalam upayanya menggantikan Pancasila dengan ideologi
komunis.
Retorika mengenai persatuan kesatuan menyebabkan
pemikiran bangsa Indonesia yang sangat plural kemudian diseragamkan. Uniformitas
menjadi hasil konkrit dari kebijakan politik pembangunan yang unilateral.
Gagasan mengenai pluralisme tidak mendapatkan tempat untuk didiskusikan secara
intensif. Sebagai pucaknya, pada tahun
1985 seluruh organisasi sosial politik digiring oleh hukum untuk menerima
Pancasila sebagai satu-satunya dasar filosofis, sebagai asas tunggal dan setiap
warga negara yang mengabaikan Pancasila atau setiap organisasi sosial yang
menolak Pancasila sebagai asas tunggal akan dicap sebagai penghianat atau
penghasut. Dengan demikian, jelaslah bahwa Orde
Baru tidak hanya memonopoli kekuasaan, tetapi juga memonopoli kebenaran. Sikap
politik masyarakat yang kritis dan berbeda pendapat dengan negara dalam
prakteknya diperlakukan sebagai pelaku tindak kriminal atau subversif.
Sosialisasi
Pancasila melalui Penataran P4
Pada era Orde Baru, selain dengan melakukan
pengkultusan terhadap Pancasila, pemerintah secara formal juga
mensosialisasikan nilai-nilai Pancasila melalui TAP MPR NO II/MPR/1978 tentang
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) di sekolah dan di masyarakat.
Siswa, mahasiswa, organisasi sosial, dan lembaga-lembaga negara diwajibkan
untuk melaksanakan penataran P4. Tujuan dari
penataran P4 antara lain adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai
demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan
dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara.
Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang
kuat terhadap pemerintah Orde Baru. Selain
sosialisasi nilai Pancasila dan menerapkan nilai Pancasila dalam kehidupan
berbangsa, dalam kegiatan penataran juga disampaikan pemahaman terhadap Undang-
Undang Dasar 1945 dan Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Pelaksanaan penataran
P4 sendiri menjadi tanggung jawab dari Badan Penyelenggara Pelaksanaan Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila (BP7).
Akan tetapi cara melakukan pendidikan semacam
itu, terutama bagi generasi muda, berakibat fatal. Pancasila yang berisi
nilai-nilai luhur, setelah dikemas dalam penataran P4, ternyata justru
mematikan hati nurani generasi muda terhadap makna dari nilai luhur
Pancasila tersebut. Hal itu terutama disebabkan oleh karena pendidikan yang
doktriner tidak disertai dengan keteladanan yang benar. Setiap hari para
pemimpin berpidato dengan selalu mengucapkan kata-kata Pancasila dan UUD1945,
tetapi dalam kenyataannya masyarakat tahu bahwa kelakuan mereka jauh dari apa
yang mereka katakan. Perilaku itu justru semakin membuat persepsi yang buruk
bagi para pemimpin serta meredupnya Pancasila sebagai landasan hidup bernegara,
karena masyarakat menilai bahwa aturan dan norma hanya untuk orang lain
(rakyat) tetapi bukan atau tidak berlaku bagi para pemimpin.
Atau dengan kata lain Pancasila hanya digunakan sebagai slogan yang menunjukkan
kesetiaan semu terhadap pemerintah yang sedang berkuasa.
Kesimpulan
Kecenderungan orde baru dalam memandang Pancasila sebagai doktrin yang
komprehensif terlihat pada anggapan bahwa ideologi sebagai sumber nilai dan norma
dan karena itu harus ditangani (melalui upaya indoktrinasi) secara terpusat.
Pada akhirnya, pandangan tersebut bermuara pada keadaan yang disebut dengan perfeksionisme
negara. Negara perfeksionis adalah negara yang merasa tahu apa yang benar
dan apa yang salah bagi masyarakatnya, dan kemudian melakukan usaha-usaha
sistematis agar ‘kebenaran’ yang dipahami negara itu dapat diberlakukan dalam
masyarakatnya. Sehingga formulasi kebenaran yang kemudian muncul adalah sesuatu
dianggap benar kalau hal tersebut sesuai dengan keinginan penguasa, sebaliknya
sesuatu dianggap salah kalau bertentangan dengan kehendak penguasa.
Pelaksanaan
Pancasila Pada Masa Reformasi
·
Dilaksanakan dengan tekad memberi perhatian yang benar
terhadap pelaksanaan demokrasi di berbagai bidang.
Ciri-ciri umum :
1. Adanya
penegakan kedaulatan rakyat
2. Adanya
pembagian secara tegas wewenang kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan
yudikatif
3. Adanya
penghormatan terhadap keberagaman asas, ciri, aspirasi, dan program partai
politik
Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum yang ada di Negara
Kesatuan Republik Indonesia, merupakan Maha karya pendahulu bangsa yang tergali
dari jati diri dan nilai-nilai adi luhur bangsa yang tidak dimiliki oleh bangsa
lain. Dengan berbagai kajian ternyata didapat beberapa kandungan dan
keterkaitan antara sila tersebut sebagai sebuah satu kesatuan yang tidak bisa
di pisahkan dikarenakan antar sila tersebut saling menjiwai satu dengan yang
lain. Ini dengan sendirinya menjadi ciri khas dari semua kegiatan serta
aktivitas desah nafas dan jatuh bangunnya perjalanan sejarah bangsa yang telah
melewati masa-masa sulit dari jaman penjajahan sampai pada saat mengisi
kemerdekaan.
Ironisnya bahwa ternyata banyak sekarang warga Indonesia sendiri lupa dan
sudah asing dengan pancasila itu sendiri. Ini tentu menjadi tanda tanya besar
kenapa dan ada apa dengan kita sebagai anak bangsa yang justru besar dan
mengalami pasang surut masalah negari ini belum bisa mengoptimalkan tentang
pengamalan nilai-nilai Pancasila tersebut. Terlebih lagi saat ini dengan jaman
yang disepakati dengan nama Era Reformasi yang terlahir dengan semangat untuk
mengembalikan tata negara ini dari penyelewengan-penyelewengan sebelumnya.
Arah dan tujuan reformasi yang utama adalah untuk menanggulangi dan
menghilangkan dengan cara mengurangi secara bertahap dan terus-menerus krisis
yang berkepanjangan di segala bidang kehidupan, serta menata kembali ke arah
kondisi yang lebih baik atas system ketatanegaraan Republik Indonesia yang
telah hancur, menuju Indonesia baru. Pada masa sekarang arah tujuan reformasi
kini tidak jelas juntrungnya walaupun secara birokratis, rezim orde baru telah
tumbang namun, mentalitas orde baru masih nampak disana-sini. Sedangkan
pancasila adalah sebagai ideologi bangsa Indonesia yang merupakan hasil dari
penggabungan dari nilai-nilai luhur yang berasal dari akar budaya masyarakat
Indonesia. Sebagai sebuah ideologi politik, Pancasila bisa bertahan dalam
menghadapi perubahan masyarakat, tetapi bisa pula pudar dan ditinggalkan oleh
pendukungnya. Hal itu tergantung pada daya tahan ideologi tersebut. Ideologi
akan mampu bertahan dalam menghadapi perubahan masyarakat bila mempunyai tiga
dimensi. Ketiga dimensi antara lain sebagai berikut meliputi :
1). Idealisme,
yaitu kadar atau kualitas idealisme yang terkandung di dalam ideologi atau
nilai- nilai dasarnya. Kualitas itu menentukan kemampuan ideologi dalam
memberikan harapan kepada berbagai masyarakat untuk mempunyai atau membina
kehidupan bersama secara lebih baik dan untuk membangun suatu masa depan yang
lebih cerah.
2). Realita, menunjuk pada kemampuna ideologi
untuk mencerminkan realita yang hidup dalam masyarakat dimana ia muncul untuk
pertama kalinya, paling kurang realita pada saat awal kelahirannya.
3) Fleksibilitas, yaitu
kemampuan ideologi dalam mempengaruhi dan sekaligus menyesuaikan diri dengan
pertumbuhan atau perkembangan masyarakatnya. Mempengaruhi berarti ikut mewarnai
proses perkembangan. Sedangkan Menyesuaikan diri berarti bahwa masyarakat
berhasil menemukan tafsiran-tafsiran terhadap nilai-nilai dasar dari ideologi
sesuai dengan realita-realita baru yang muncul dan mereka hadapi.
Maka dari itu pancasila sebagai ideologi haruslah mempunyai dimensibilitas
agar substansi-substansi pokok yang dikandungnya tidak lekang dimakan waktu.
Pada masa reformasi yang dimulai dari tahun 1998 hingga masa sekarang,
orang-orang mulai menanyakan revelansi dari pancasila untuk menjawab segala
tantangan zaman terlebih lagi di era globalisasi seperti sekarang ini. Maka
Pancaila menurut saya mutlak masih diperlukan.
Reformasi bergulir di Indonesia dengan di motori
oleh mahasiswa dan tokoh-tokoh bangsa ini yang merasa bahwa krisis yang melanda
negara ini di awali dari krisis ekonomi ternyata telah membawa kita pada krisis
yang lebih besar seperti krisis politik, kepemimpinan dan akhirnya pada suksesi
atau pergantian kepemimpinan secara nasional. Tentu telah banyak korban yang
berguguran dalam proses reformasi tersebut semisal contoh mahasiswa trisakti
yang menjadi korban dalam tragedi semanggi I-II, kerusuhan masa yang anakis dan
rutal dengan melakukan penjarahan, pemerkosaan, pengerusakan
fasilitas-fasilitas umum di Jakarta, solo, Medan, dan kota-kota lain di
Indonesia. Semangat dan jiwa reformasi yang digulirkan menjadi kacau dan tidak
tentu arah dan justru malah menodai nilai dan tujuannya sendiri. Tentu ini
menjadi tanda tanya besar ketika semangat untuk meluruskan dan mengembalikan
tatanan negara ini menjadi lebih baik justru di lapangan justru kita temui hal
yang kontraproduktif.
Salah satu tujuan reformasi dibidang politik dan hukum adalah mengembalikan
UUD 1945 dan pancasila sebagai falsafah dasar kehidupan bangsa dan negara. Kita
dapat mengetahui dengan seksama bahwa dalam pelaksanaan UUD 1945 dan pancasila
dalam masa orma dan orba terjadi deviasia/ penyimpangan oleh oknum-oknum
penyelenggara pemerintah. Sehingga dalam pelaksanaan berpolitik dan
berpemerintahan hanya menjadi senjata dan dalil pembenaran dari semua tujuan
penguasa untuk melanggengkan dan menikmati kekuasaan sehingga muncul
pemerintahan yang lalu seperti otoliter obsolud, terpimpin dan kolusi untuk
korupsi dan nepotisme dalam kekuasaan.
Ini tentu tidak mudah untuk membuat sebuah latar
balik dan mengembalikan semangat seperti awalnya memerdekaan bangsa ini. Kekuasaan
penuh dan perilaku birokrasi yang sistematis membuat apa yang mereka lakukan
seolah selalu benar dan tidak ada penyimpangan dari nilai dan norma yang
terkandung dalam pancasila. Butuh waktu dan sebuah generasi yang solid untuk
dapat menempatkan kembali roh dan semangat pancasilaisme terutama pada generasi
yang sekarang ini. Lebih lagi jumlah materi dan pedoman tentang pancasila sudah
sangat jauh terkurang baik dimasyarakat umum maupun lembaga – lembaga
pendidikan yang sebenarnya mempunyai peranan penting dan vital dalam menanamkan
doktrin ideologi pancasila serta nilai – nilai yang terkandung untuk dapat di
amalkan dalam kehidupan sehari – hari.
Dulu setiap sekolah dan kelompok organisasi
selalu di wajibkan untuk mengikuti Penataran Pelaksanaan Pengamalan Pancasila (
P4) dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi, dari kelompok karang
Taruna Desa sampai Pejabat negara. Secara lahirlah ini perlu ditingkatkan dan
memang itu semua sebagai cara memberikan pendoktrinisasi anak bangsa untuk
lebih mengerti dalam melaksanakan pancasila. Hanya saja satu materi dan
doktrinisasi yang harus dibuat lagi seperti yang dulu yang hanya untuk tujuan
dan kapentingan penguasa negara dengan single mayority atau stabilitas nasional
dalam arti semu.
Satu kata kunci yang sekarang menjadi asing
sudah luntur dari kita sebagai bangsa adalah pancasila sebagai ideologi NKRI.
Dapat kita ketahui bersama dari uraian dan penjabaran Pancasila dalam strategi
Politik Nasional, Ali Murtopo. CSIS, 1947 Hal 173 dapat kita ambil garis besar
sebagai berikut :
1. Sila
pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung pengertian bahwa negara adalah
berdasar dan percaya pada tuhan yang maha esa dengan kewajiban setiap warganya
mengkui adanya Tuhan.
2. Sila
kedua, Kemanusian Yang Adil dan Beradab, mengandung pengertian dan pengakuan
akan penghargaan terhadap sesama manusia lepas dari asal usul, keyakinan, ras,
serta pandangan politik adalah sama.
3. Sila
ketiga, Persatuan Indonesia, mengandung arti sesuai dengan pernyataan
kemerdekaan angsa di maknakan sebagai pengertian kesatuan dan bangs ini adalah
satu dengan mengatasi paham perseorangan dan golongan dalam satu NKRI.
4. Sila
keempat, Kerakyatan yang Dipimpin olah Hikmah Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan / Perwakilan, mengandung arti bahwa demokrasi bangsa Indonesia
bukan Demokrasi bangsa indonesia bukan demokrasi yang menitikberatkan pada
kepentingan individu, namun pada pelaksanaan demokrasi pancasila yang
mengikutsertakan semua golongan dengan jalan musyawarah untuk mufakat.
5. Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, mengandung
arti bahwa golongan kemasyarakatan harus disusun sedemikian rupa sehingga tidak
ada golongan yang menekan golongan lain dan mendapat perlakuan yang adil dalam bekerja, hidup tertib, tentram dan layak.
6. Bila kita
bangga sebagai bangsa Indonesia yang mempunyai jati diri sebagai angsa maka
kita harus pada nilai – nilai dasar yang harus kita pegang teguh bersama.
Terlebih lagi pada saat ini kita hidup di jaman reformasi yang seharusnya
justru kita mengembalikan nilai – nilai dasar negara kita. Nilai – nilai dasar
tersebut adalah :
a. Pancasila
sebagai landasan dan falsafah hidup bangsa yang tumbuh dari dasar bumi
indonesia. Tidak ada yang keliru dari pancasila yang di dalamnya termuat lima
nilai dasar universal yaitu: believe in god, nationalisme, internasionalisme,
democracy, and social justice. Kelima dasar ini harus menjadi paradigma baru
yang ada dalam ruh hati yang paling dalam serta jangan pernah hilang kapan pun,
dimanapun, dan bagaiamanapun.
b. Tujuan
NKRI, bagai sebuah kapal tentu negara ini punya tujuan yang tidak boleh digoyah
dan wajib untuk tetap diamankan sebagaimana dapat kita lihat dalam pembukaan
UUD 45 yaitu melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah
indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidu[pan bangsa dan
ikut melaksanakan ketertibn dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan social.
c. Bineka tunggal ika, adalah
semangat untuk menakomodasi peredaan dan kemajemukan bangsa tetap dalam
kerangka NKRI dan justru sebagai sebuah khasanah serta aset nasional
memperkukuh integrasi bangsa.
d. Reformasi, semangat untuk
tetap mereformasi dengan sifat untuk menyempurnakan dari kekurangan bangsa serta
dengan konsep, agenda yang jelas didukung kerja keras semua komponen bangsa
untuk memajukan dan memberikan sumbangsih serta semangat untuk rela berkorban
demi bangsa ini.
e. Ada sebuah seni yang
sederhana dalam kita memulai semangat pengamalan nilai-nilai pancasila yakni
tiga M seperti :
1. mulai dari diri sendiri, adalah mimpi bisa mengubah apapun dengan baik tanpa
diawali perubahan pada diri kita sendiri, memperbaiki diri sendiri berarti
memulai segalanya.
2. mulai
dari hal kecil-kecil, tidak ada prestasi yang besar kecuali rangkaian prestasi
kecil yang mudah dan dapat kita laksanakan dengan niat dan jalan yang baik.
3. mulai sekarang juga, janganlah menunda pekerjaaan yang bisa kita lakukan
sekarang karena terlambat dalam kita menjalankan tugas hanya berakibat menambah
persoalan semakin banyak saja
terima kasih informasinya, untuk tugas sekolah.
ReplyDeletePelaksanaan Pancasila di era orba itulah yang menurut saya paling efektif.
ReplyDeleteBagus tulisannya..... upaya prndifikan karakter masyarakat mana yang lebih bagus untuk kepentingan bangsa di era reformasi sekarang ? Saya rasa cuma jargon dan korup secara kuantitatif lebih menjamur. Hancurnya Pancasila itu hasil konspirasi dan skenario besar pihak asing.... dgn Pancasila bangsa kita kuat.... sekarang terombang ambing.... dulu ada GBHN.... sekarang? Ganti pimpinan ganti acara nggak peduli ngelanjutin program pimp lama....sedih banyak orang pinter keblinger
ReplyDeletekalau boleh tau untuk daftar pustaka nya untuk referensi tugas kampus?
ReplyDelete